|
Jakarta - Pemerintah sepakat untuk mengalihkan hak rekomendasi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kepada Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto terkait dengan urusan garam industri.
Dengan rekomendasi izin impor garam dipegang oleh Menteri Perindustrian, maka polemik soal pemenuhan kebutuhan, penetapan kuota, hingga penerbitan izin impor garam industri diharapkan berakhir. Polemik tersebut antara Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Perindustrian.
Tidak hanya itu, kuota izin impor garam industri juga meningkat dari yang sudah diterbitkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada awal Januari 2018. Dengan begitu total kuota impor sebesar 3,7 juta ton pada tahun ini.
Peralihan kewenangan tersebut dimaksudkan pemberian rekomendasi sebelumnya dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, kini menjadi kewenangan Menteri Perindustrian.
"Memang sudah di teken PP-nya oleh presiden. Tadi itu dirapatkan oleh eselon I untuk membuat rakor ulang," kata Darmin di Kemenko Perekonomian, Jakarta.
Darmin menjelaskan keputusan pemerintah untuk menerbitkan PP ini juga dikarenakan adanya dua payung hukum baik di Kementerian Kelautan dan Perikanan, maupun di Kementerian Perindustrian. Kedua aturan tersebut memiliki kepentingan dan kewenangan masing-masing.
Khusus untuk garam industri, kata Darmin, sudah sepantasnya diatur oleh Kementerian Industri yang membawahi kegiatan sektor perindustrian di Indonesia, sekalipun soal bahan bakunya.
"Presiden mengeluarkan PP sebagai kepala pemerintahan, kewenangan memberi rekomendasi untuk impor garam industri itu adalah kewenangan Menteri Perindustrian, rapat tadi mendengarkan kembali setelah PP diteken, tapi katanya nggak ada perubahan (kuota)," jelas dia.
Selain itu, Darmin menegaskan dibuatnya payung hukum soal pemberian rekomendasi impor garam industri kepada Menteri Perindustrian karena aturan yang di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak berjalan mulus.
"Karena nggak jalan, UU kelautan mengatakan rekomendasi pergaraman itu di KKP, tapi kan dipihak lain UU Perindustrian, kepentingan dan kewenangan Kemenperin," tutup dia.
Foto: Rachman Haryanto |
Pemerintah menetapkan impor garam industri menjadi 3,7 juta ton per tahun 2018. Hal itu sesuai dengan kebutuhan industri dalam negeri yang telah ditetapkan sejak awal tahun ini.
Hal tersebut juga tertuang dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang sudah direstui Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan dalam proses diundangkan.
"Angkanya disepakati untuk tahun 2018 3,7 juta ton. Jadi yang akan dikeluarkan sisa dari 2,37 juta ton, jadi 1,3 juta ton," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan di Kemenko Perekonomian, Jakarta.
Sebelum ada RPP, rekomendasi izin impor diterbitkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dengan jumlah hanya 2,37 juta ton. Izin impor pun diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan pada awal Januari tahun ini kepada 21 perusahaan yang telah mengajukan.
Oke mengatakan adanya payung hukum baru ini maka pemerintah akan memenuhi seluruh kebutuhan garam industri yang sebesar 3,7 juta ton. Sehingga, dalam waktu dekat pemerintah akan membuka kembali keran impor untuk garam industri sebesar 1,33 juta atau sisanya dari rekomendasi yang sudah diterbitkan Susi Pudjiastuti.
Dalam beleid ini juga menghilangkan kewenangan Menteri Susi Pudjiastuti dalam memberikan rekomendasi izin impor gula industri. Rekomendasi sekarang sudah diberikan kepada Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
"Yang disepakati di rakor sekarang adalah kuotanya untuk 2018 3,7 juta ton, kalau industrinya maju, dan segala pergerakannya, ekspornya tinggi kan ini bergerak, 2016 kita impornya 2,3 juta ton, 2017 2,9 juta ton, 2018 pergerakan ekonomi dan sebagainya diperkirakan kebutuhannya 3,7 juta ton," ungkap dia.
Mengenai realisasinya, Oke menegaskan, para perusahaan yang mengajukan dan sudah mendapatkan izin impor garam industri dari Kementerian Perdagangan harus diselesaikan sampai pada akhir 2018.
Pemerintah tidak mengatur soal impor dilakukan dalam berapa tahapan. Realisasi impor diserahkan kepada perusahaan pemegang izin impor.
Foto: Selfie Miftahul Jannah |
Dalam peraturan pemerintah (PP) yang sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowoi) dan dalam proses diundangkan ini juga menetapkan kuota impor garam industri sebesar 3,7 juta ton untuk 2018.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatan, banyak negara produksi garam untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri.
"Garam ya tergantung kebanyakan Thailand, Australia, India, yang nawarin malah Mesir sekarang," kata Oke di Kemenko Perekonomian, Jakarta.
Meski banyak negara produsen garam industri, Oke menyebutkan pemerintah tidak mewajibkan impor harus dilakukan kepada satu negara saja. Sebab, yang melakukan impor adalah para perusahaan.
"Tergantung importir mau beli dari mana, mesir, Pakistan mau juga dibeli, berlomba-lomba lah mereka mendekati importir kita," tambah dia.
Dari total kebutuhan garam industri yang sebesar 3,7 juta ton. Pemerintah telah menerbitkan izin impor sebesar 2,37 juta ton untuk 21 perusahaan yang mendaftar. Dengan adanya payung hukum yang baru ini pemerintah akan menerbitkan 1,33 juta garam industri lagi atau sisanya dan sudah ada 30 perusahaan yang mengajukan.
Foto: Rengga Sancaya |
Penetapan rekomendasi untuk mendapatkan izin impor garam industri diharapkan dapat menghilangkan polemik yang terjadi antara Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.
Hal itu diungkapkan oleh Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (16/3/2018).
"Kalau dilihat dengan bentuk legal formal yang sudah ada, mudah-mudahan tidak," kata Oke.
Legal formal tersebut adalan peraturan pemerintah (PP) yang mengatur soal peralihan kewenangan pemberian rekomendasi impor garam industri dari Menteri Kelautan dan Perikanan kepada Menteri Perindustrian.
Polemik soal impor garam industri berawal dari perbedaan rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang diterbitkan hanya sebesar 2,37 juta ton. Sedangkan versi Kementerian Perindustrian total kebutuhan garam industri yang harus dipenuhi adalah sebesar 3,7 juta ton.
Akhirnya, Kementerian Perdagangan selaku regulator yang menerbitkan izin impor seakan mengambil jalan tengah yakni mengeluarkan izin impor untuk 2,37 juta ton.
Dari keputusan tersebut nampaknya memberikan dampak cukup berat bagi sebagian industri yang menjadikan garam sebagai bahan baku produksinya. Belakangan diketahui sejumlah pabrik sudah berhenti beroperasi karena kekurangan pasokan garam impor.
Adapun garam untuk industri adalah yang memiliki kandungan NaCL lebih dari 97% berbeda dengan kandungan pada garam konsumsi.
|
Kuota impor garam industri untuk memenuhi kebutuhan sebesar 3,7 juta ton di 2018 telah ditetapkan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut sudah diterbitkan izin impor kepada 21 perusahaan dengan kuota 2,37 juta ton dan 1,33 juta ton bakal segera menyusul dan sudah ada 30 perusahaan yang mengajukan.
Agar tidak merembes ke pasar, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengatakan pemerintah akan melakukan pengawasan terhadap sektor industri yang berpotensi rembes.
"Nanti ke depannya kita harus awasi, ya kalau perusahaan lensa, nggak mungkin kita awasi, yang tertentu saja yang kita awasi, aneka pangan, bisa rembes jadi bisa kita awasi," kata Oke di Kemenko Perekonomian, Jakarta.
Oke menyebut peraturan pemerintah (PP) soal impor garam industri ini sudah mendapat restu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan dalam proses diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Ham.
Selain garam, kata Oke aturan ini juga akan mengatur soal impor kebutuhan ikan. Mengenai khusus nama aturan tersebut dirinya masih enggan menyebutkan.
"Bukan pembinaan, apa ya lupa lagi, pokoknya ini untuk kebutuhan industri, ikan dan garam tapi kebutuhan industri," tutup dia.
Diketahui, peraturan pemerintah (PP) yang bakal terbit ini mengatur soal peralihan kewenangan pemberian rekomendasi impor garam industri dari Menteri Kelautan dan Perikanan kepada Menteri Perindustrian.
Aturan ini juga seperti pengulangan pada 2016 ke belakang, di mana hak rekomendasi untuk impor garam industri diberikan oleh Menteri Perindustrian. Sejak 2016, pemerintah mengubah hak rekomendasi tersebut ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak.
Foto: Selfie Miftahul Jannah |
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan peraturan pemerintah (PP) yang mengalihkan hak rekomendasi izin impor garam industri tidak melanggar UU Nomor 7 Tahun 2016.
Dalam PP tersebut mengubah hak rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan menjadi Menteri Perindustrian khusus impor garam industri. Padahal, di dalam UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak. Disebutkan bahwa rekomendasi impor garam harus diterbitkan Menteri Kelautan dan Perikanan.
"Itu justru ada kepala pemerintahan itu adalah Presiden, presiden menerbitkan PP, bahwa ada 2 UU, satu UU kelautan, dan satu UU perindustrian, UU perindustrian memberikan wewenang mengurusi input industri termasuk tentu saja garam industri, sehingga soal persoalan itu presiden bilang di dalam PP itu khusus untuk garam industri," kata Darmin di Kemenko Perekonomian, Jakarta.
Menurut Darmin, hak kewenangan memberikan rekomendasi pada UU Nomor 7 Tahun 2016 hanya menyebutkan soal pergaraman. Dengan PP baru ini dipertegas kembali menjadi khusus impor garam industri hak rekomendasinya dari Menteri Perindustrian.
"Kalau di UU kelautan itu kan bilangya pergaraman, khusus garam industri rekomendasinya dari menteri perindustrian. Masa presiden tidak berwenang," jelas dia.
Dengan begitu, kata Darmin, PP yang sudah diteken oleh Presiden Jokowi dan masuk dalam proses diundangkan ini tidak melanggar, dan rujukannya tetap mengacu pada dua UU antara KKP dan Kementerian Perindustrian.
"Dua-duanya dipakai tetap, kita tetap bilan UU KKP, menimbangnya UU kelautan, UU Perindustrian," tutup dia.
(ara/ara)
No comments:
Post a Comment